Bunda Reinha

Film Dokumenter Bunda Reinha


Sekilas tentang Bunda Reinha

          Pemuda bernama Resiona menemukan sebuah patung di tepi pantai Larantuka, Flores Timur, 500 tahun lalu. Diduga, patung itu berasal dari kapal Portugis yang karam. Tuan Ma, begitu penduduk setempat menyebut patung tersebut. Mereka sangat menghormati Tuan Ma; memuja dan mempersembahkan saji-sajian saat panen.
      Beberapa tahun kemudian Misionaris Katolik masuk ke Larantuka. Warga menunjukkan keberadaan Tuan Ma kepada para Misionaris. Ternyata Tuan Ma yang punya arti Tuan dan Mama adalah Patung Reinh Reinha Rosari. Reinha Rosario dikenal juga sebagai patung Mater Dolorosa atau Bunda Maria Berdukacita atau Mater Misericordia. Sejak itulah Bunda Maria dipercaya sebagai Misionaris pertama di Larantuka.
     Iman dan kepercayaan penduduk Larantuka selama beratus-ratus tahun terlihat dalam ritual devosi yang sangat unik, terutama menjelang Paskah. Film ‘Bunda Reinha’ bukan sekedar menampilkan rekaman ritual keagamaan 'Semana Santa' atau 'Pekan Suci' yang jadi tradisi umat Katolik mengenang perjalanan sengsara, wafat dan bangkitnya Yesus Kristus. Sebuah prosesi bernuansa Portugal yang telah berlangsung selama 500 tahun. 'Bunda Reinha'  memperlihatkan kekayaan budaya Larantuka dan keragaman Indonesia.Filem nya Bisa Download :

DISINI

Sekilas Sejarah Patung Tuan Ma

         Dalam tradisi gereja Katolik di Flores Timur, khusunya di Larantuka, ibukota Kabupaten Flores Timur, hari Kamis Putih merupakan hari suci untuk melakukan kegiatan “tikan turo” atau menanam tiang-tiang lilin sepanjang jalan raya yang menjadi rute Prosesi Jumat Agung pada keesokan harinya (10/4).
Pada siang hari Kamis Putih itu, Larantuka yang populer dengan sebutan kota Reinha Rosari itu, hening mencekam karena sedang dilakukan kegiatan “tikan turo” oleh para mardomu (semacam panitia kecil yang telah melamar jauh sebelumnya menjadi pelayan) sesuai promesanya (nasar).
           Ketika itu juga, aktivitas di kapela Tuan Ma (Bunda Maria) dimulai dengan upacara “Muda Tuan” (pembukaan peti yang selama setahun ditutup) oleh petugas conferia (sebuah badan organisasi dalam gereja) yang telah diangkat melalui sumpah.
Arca Tuan Ma kemudian dibersihkan dan dimandikan lalu dilengkapi dengan busana perkabungan berupa sehelai mantel warna hitam, ungu atau beludru biru.
         Umat Katolik yang hadir pada saat itu diberi kesempatan untuk berdoa, menyembah, bersujud mohon berkat dan rahmat, kiranya permohonan itu dapat dikabulkan oleh Tuhan Yesus melalui perantaraan Bunda Maria (Per Mariam ad Jesum).
Sesuai tradisi, keturunan raja Larantuka Diaz Vieira Godinho yang membuka pintu Kapela Tuan Ma yang terletak di bibir pantai Larantuka itu.
         Setelah pintu kapela dibuka, umat setempat serta para peziarah Katolik dari berbagai penjuru NTT dan nusantara serta manca negara mulai melakukan kegiatan “cium kaki Tuan Ma dan Tuan Ana” dalam suasana hening dan sakral.
Sejarah Larantuka sendiri, tidak lepas dari kedatangan bangsa Portugis dan Belanda, yang masing-masing membawa misi yang berbeda-beda pula.
       Bangsa Portugis membawa warna tersendiri bagi perkembangan sejarah agama Katolik di Flores Timur, yang meliputi Pulau Adonara, Solor dan juga Lembata yang telah berdiri sendiri menjadi sebuah daerah otonom baru.
        Kala itu, konon, orang Portugis yang membawa seorang penduduk asli Larantuka bernama Resiona (menurut cerita legenda adalah penemu patung Mater Dolorosa atau Bunda Yang Bersedih ketika terdampar di Pantai Larantuka) ke Malaka untuk belajar agama.
          Ketika kembali dari Malaka, Resiona membawa sebuah patung Bunda Maria, alat-alat upacara liturgis dan sebuah badan organisasi yang disebut Conferia, mengadakan politik kawin mawin antara kaum awam Portugis dengan penduduk setempat.
Pada 1665, Raja Ola Adobala dibaptis atau dipermandikan dengan nama Don Fransisco Ola Adobala Diaz Vieira de Godinho yang merupakan tokoh pemrakarsa upacara penyerahan tongkat kerajaan berkepala emas kepada Bunda Maria Reinha Rosari.
           Setelah tongkat kerajaan itu diserahkan kepada Bunda Maria, Larantuka sepenuhnya menjadi kota Reinha dan para raja adalah wakil dan abdi Bunda Maria.
Pada 8 September 1886, Raja Don Lorenzo Usineno II DVG, raja ke-10 Larantuka, menobatkan Bunda Maria sebagai Ratu Kerajaan Larantuka. Sejak itulah, Larantuka disebut dengan sapaan Reinha Rosari.
       Pada 1954, Uskup Larantuka yang pertama, Mgr Gabriel Manek SVD mengadakan upacara penyerahan Diosis Larantuka kepada Hati Maria Yang Tak Bernoda.
Selama empat abad lebih, tradisi keagamaan tersebut tetap saja melekat dalam sanubari umat Katolik setempat.
Pengembangan agama Katolik di wilayah itu, tidak lepas dari peranan para Raja Larantuka, para misionaris, peranan perkumpulan persaudaraan rasul awam (conferia), dan peranan semua Suku Semana serta perananan para Kakang (Kakang Lewo Pulo) dan para Pou (Suku Lema).
           Contoh ritual yang terus dilakukan tiap tahun hingga saat ini adalah penghayatan agama popular seputar “Semana Santa” dan Prosesi Jumad Agung atau “Sesta Vera”.
Kedua ritual ini dikenal sebagai “anak sejarah nagi” juga sebagai ’gembala tradisi’ di tanah nagi-Larantuka.
Ritual tersebut merupakan suatu masa persiapan hati seluruh umat Katolik secara tapa, silih dan tobat atas semua salah dan dosa, serta suatu devosi rasa syukur atas berkat dan kemurahan Tuhan yang diterima umat dari masa ke masa dalam setiap kehidupannya.
Doa yang didaraskan, pun lagu yang dinyanyikan selama masa ini menggunakan bahasa Portugis dan Latin.
           Semana Santa (masa pekan suci) adalah istilah orang nagi Larantuka mengenai masa puasa 40 hari menjelang hari raya Paskah yang diwarnai dengan kegiatan doa bersama (mengaji) pada kapela-kapela (tori) dan dilaksanakan selama pekan-pekan suci.
Doa bersama Semana Santa diawali pada hari Rabu Abu (permulaan masa puasa) sampai dengan hari Rabu Trewa. Orang nagi Larantuka memaknai masa Semana Santa sebagai masa permenungan, tapa, sili dosa dan tobat yang dimulai dari hari Rabu atau disebut Rabu Trewa sehari menjelang Kamis Putih.
Hari ini merupakan hari penutupan Semana Santa. Selain doa dan mengaji di kapela-kapela, pada sore hari diadakan lamentasi (Ratapan Nabi Yeremia) di gereja Katedral Larantuka.
Lamentasi dilakukan menurut ritus Romawi jaman dahulu. Pada saat ini, Larantuka menjadi “Kota berkabung, sunyi senyap, tenang, jauh dari hingar bingar, konsentrasi pada kesucian batin dan kebersihan hidup.
        Sehari setelah Kamis Putih yang bertepatan dengan pelaksanaan pemilu legislatif pada 9 April 2009, dilanjutkan dengan Prosesi Jumat Agung dalam bentuk perarakan menghantar jenasah Yesus Kristus yang memaknai Yesus sebagai inti, sedangkan Bunda Maria adalah pusat perhatian, Bunda yang bersedih, Bunda yang berduka cita (Mater Dolorosa).
Pada hari Jumat pagi sekitar pukul 10:00 Wita, ritus Tuan Meninu (Arca Yesus) dari Kota Rewido digelar. Setelah berdoa di kapela, Tuan Meninu diarak lewat laut dengan acara yang semarak nan sakral.
              Prosesi laut melawan arus ini berakhir di Pante Kuce, depan istana Raja Larantuka dan selanjutnya diarak untuk ditakhtakan pada armada Tuan Meninu di Pohon Sirih.
Arca Tuan Ma pun diarak dari kapela-Nya menuju Gereja Kathedral. Pada sore hari pukul 15:00 Wita, patung Tuan Missericordia juga diarak dari kapela Missericordia Pante Besar menuju armidanya di Pohon Sirih.
            Dalam pelaksanaannya, perjalanan prosesi mengelilingi Kota Larantuka menyinggahi delapan buah perhentian (armida), yakni Armida Missericordia, Armida Tuan Meninu (armada kota), Armida St. Philipus, Armida Tuan Trewa, Armida Pantekebi, Armida St. Antonius, Armida Kuce dan Armida Desa Lohayong.
Urutan armida ini menggambarkan seluruh kehidupan Yesus Kristus mulai dari ke AllahNya (Missericordia), kehidupan manusiaNya dari masa Bayi (Tuan Meninu), masa remaja (St. Philipus) hingga masa penderitaanNya sambil menghirup dengan tabah dan sabar seluruh isi piala penderitaan sekaligus piala keselamatan umat manusia.
           Pada Sabtu yang dikenal sebagai Sabtu Alleluya, umat Katolik mengarak kembali Tuan Ma dan Tuan Ana dari Gereja Katedral untuk disemayamkan di kapelanya masing-masing. Demikian pun halnya dengan patung Tuan Missericordia dan Tuan Meninu diarak dari armidanya kembali ke kapelanya.
Ketika tibanya Minggu Paskah, dilangsungkan upacara ekaristi di gereja masing-masing. Selesai perayaan ekaristi, patung Maria Alleluya diarak kembali ke kapela Pantekebis setelah pentakhtaan patung Maria Alleluyah, dilakukan sebuah upacara yang disebut “sera punto dama” dari para mardomu pintu Tuan Ma dan Tuan Ana yang lama kepada yang baru.
Tradisi keagamaan di Flores Timur yang sudah berlangsung ratusan tahun itu sampai sekarang masih tetap terus dipertahankan. ****

 



 

Aplikasi Desain Baju Bola

Kalini ini saya akan membagikan sebuah aplikasi unutk membuat baju bola atau baju futzal, nama aplikasi nya adalah Smart Shirt Designer .  tampilannya seperti ini :


Aplikasi ini sangat mudah  penggunaannya. Kita tinggal milih desain bajunya, pilih sesuka kamu , pilih branhdnya terus pilih warna. Kalau  semua sudah dipilih, langsung klik draw. Tunggu loadingnya bentar dan . Desainnya langsung jadi.   seperti gambar di bawah ini



 tinggal kamu berkreasi, dan Kamu juga bisa menambah logo team sama nama sponsor . Bisa juga desain bagian belakang baju. Tapi perlu inget 1 hal. Ini yang biasanya sering dilupakan sama mereka yang baru pake aplikasi ini. Setelat pilih desain dan segala macem-macemnya JANGAN LUPA KLIK DRAW.

Aplikasinya bisa download disini DOWNLOAD

Semoga bermanfat......

Perancangan Sistem Informasi Akademik Berbasis Web



Perancangan Sistem Informasi Akademik Berbasis Web di Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Informasi dan Komputer (STIMIK) Sepuluh Nopember Jayapura - Papua



1.      Pendahuluan
Pendidikan tinggi merupakan salah satu faktor kunci dalam upaya memajukan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat suatu bangsa. Dapat dibandingkan Pendidikan perguruan tinggi di Indonesia hingga saat masih sangat jauh dibandingkan dengan perguruan tinggi yang ada di tingkat Asia, apalagi di tingkat dunia. Dilihat berdasarkan peringkat top ten 100 asia, UGM menempati posisi 53, ITB posisi 69, dan UI peringkat 85 (http://www.4icu.org/id/; januar 2013). Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang dapat berkompeten perlu suatu alternatif untuk meningkatkan daya saing perguruan tinggi ke tingkat asia maupun tingkat dunia. Salah satu alternatif yang telah dilakukan oleh perguruan tinggi maupun pihak pemerintah dalam berkompetisi saat ini adalah dengan dipercepatnya transformasi teknologi informasi.
Menurut Jerry Mearcellinus Logahan [1], masyarakat menginginkan pendidikan tinggi yang berhubungan dengan kurikulum, penelitian, dan pelayanan masyarakat yang relevan dengan kebutuhan sosial dan ekonomi masyarakat. Teknologi informasi dapat memenuhi kebutuhan akan relevansi dan fleksibelitas. Dengan fasilitas internet dan berdasarkan  standar internet yang terbuka, dapat memberikan hal sebagai berikut. Pertama, hubungan mendunia; kedua, belajar melalui infrastruktur, dan yang ketiga, infrastruktur informasi dan hubungan dengan pelayanan kepada manajemen dan pihak luar.
Perkembangannya saat ini banyak perguruan tinggi di Indonesia yang telah gencar – gencarnya memakai teknologi informasi sebagai tools yang mendukung berjalannya arus informasi pada perguruan tinggi. Pemanfaatan teknologi informasi bagi perguruan tinggi telah menjadi kebutuhan untuk menunjang proses pendidikan. e-Univesity merupakan salah satu tools yang dikembangkan untuk mendukung sistem informasi akademik. e-Univesity bertujuan untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan, sehingga perguruan tinggi dapat menyediakan layanan informasi yang lebih baik kepada komunitasnya, baik dalam maupun diluar perguruan tinggi tersebut melalui media internet [2]
Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Informatika dan Komputer (STIMIK) Sepuluh Nopember Jayapura walaupun masih tergolong masih muda, tetap berkomitmen untuk membangun dan menyiapkan generasi muda yang trampil dan tangguh dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Namun, yang menjadi kendala saat ini adalah ketersediaan tools teknologi informasi seperti yang telah dipaparkan diatas yaitu suatu sistem yang dapat diakses melalui media internet.

selengkapnya di SINI
 

Evaluasi Kinerja Program Studi Menggunakan Metode Objective Matrix (OMAX) Di FTI UKSW




1.             Pendahuluan
Pada era yang penuh dengan persaingan, institusi perguruan tinggi sebagai institusi yang bergerak di sektor jasa berusaha untuk selalu menghadirkan layanan pendidikan yang berkualitas dan tanpa batas. Perguruan tinggi memiliki kewajiban dalam menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan visi dan misinya. Untuk itu setiap perguruan tinggi dituntut untuk melakukan peningkatan-peningkatan baik pada sisi manajemen ataupun program-program kerja yang ada guna menjaga kualitas pelayanan yang merupakan prioritas utama dalam penyelenggaraan pendidikan.
Dalam pengelolaannya, perguruan tinggi pada masa ini mengarah pada pendekatan yang berorientasi pada mahasiswa, dengan penilaian berdasarkan indikator kinerjanya. Hadirnya program studi (progdi) merupakan salah satu elemen penting dan strategis guna membina mahasiswa dalam pencapaian kinerja studi yang baik. Progdi membantu mahasiswa dalam menentukan fokus studi yang akan ditekuninya dalam jangka waktu tertentu, namun tidak mengurangi pentingnya menekuni hal-hal lain di luar progdi tersebut.
Evaluasi kinerja suatu progdi sangat penting dilakukan guna menjaga kualitas pelayanan. Evaluasi kinerja pada periode tertentu akan menjadi tolak ukur untuk mengetahui terjadinya peningkatan atau penurunan performansi kerja dari suatu progdi. Pengukuran produktivitas dapat membantu pihak universitas dan fakultas dalam melakukan evaluasi kinerja progdi.
Ada dua metode pengukuran produktivitas dengan menggunakan ukuran fisik, yaitu metode Physical Productivity (Labour Productivity) dan metode Objective Matrix (OMAX) [1]. Namun dalam implementasinya, metode pengukuran Physical Productivity hanya memiliki unit pengukuran produktivitas yang melingkupi ukuran (size), panjang, jumlah unit, berat, waktu dan jumlah sumber daya manusia. Hal ini menyebabkan terbatasnya kriteria-kriteria yang dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam pengukuran menggunakan metode Physical Productivity. Berbeda dengan metode pengukuran produktivitas OMAX  yang menggabungkan kriteria-kriteria produktivitas ke dalam suatu bentuk yang terpadu dan berhubungan satu sama lain. Metode ini melibatkan seluruh jajaran di perusahaan, mulai dari bawahan sampai atasan [2]. Di sisi lain, kebaikan metode OMAX dalam pengukuran produktivitas adalah relatif sederhana dan mudah dipahami, mudah dilaksanakan dan tidak memerlukan keahlian khusus, datanya mudah diperoleh, dan lebih fleksibel, tergantung pada masalah yang dihadapi [3].
Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana (FTI-UKSW) memiliki beberapa progdi di dalamnya. Setiap progdi di FTI-UKSW membuat program kerja (progja) untuk tahun anggaran yang berjalan, dan juga selalu dilakukan evaluasi. Namun sampai saat ini FTI-UKSW belum memiliki sistem untuk penilaian pencapaian kinerja dari setiap progja yang ada. Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini, akan dilakukan pengukuran produktivitas menggunakan metode OMAX, dengan mengambil judul penelitian Evaluasi Kinerja Program Studi Menggunakan Metode Objective Matrix (OMAX) Di Fakultas Teknologi Informasi UKSW Salatiga. Melalui pengukuran produktivitas yang dilakukan, diharapkan dapat membantu FTI-UKSW untuk mengetahui terjadinya peningkatan ataupun penurunan performansi kinerja dari progdi.


Selengkapnya Di SINI